Jakarta - Pesawat Lion Air yang jatuh ke perairan di Bali ternyata menembus awan cumulonimbus yang menghasilkan hujan lebat. Pesawat itu juga dinilai terlalu cepat mendarat setelah mendapat izin dari petugas menara kontrol udara.
"Pesawat dalam posisi normal mau landing, sudah dapat izin dari tower 'clear to land'. Dua menit setelah itu pesawat tahunya turun di laut padahal masih cukup jhauh, 5 menit lagi itu jauh," jelas Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay.
Hal itu disampaikan Herry Bhakti dalam jumpa pers di Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2013).
"Logikanya, kalau pesawat clear to land akan terus dan posisi masih tinggi, kenapa dia tiba tiba ada di bawah?" imbuhnya.
Pada saat kejadian, imbuhnya, ada awan cumulonimbus. "Agak gelap dan memang dari laporan mereka masuk awan gelap dan hujan rintik-rintik. Apa yang terjadi? Sekian detik tahu-tahu pilot Garuda yang ada di runway tadi dia lalu lihat ke pesawat sudah hilang. Ternyata masuk ke air," papar dia.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang tercatat awan cumulonimbus itu berada di sekitar pesawat.
"Itu awan yang ditembus saat kejadian, maka ini yang perlu diteliti, adakah pengaruh ini, semua data sedang kami kumpulkan," tutur Herry.
Setelah ada insiden serius Lion Air, pesawat lain bisa mendarat. Cuaca juga bisa berubah sewaktu-waktu.
Mengenai wind shear atau angin samping juga masih dikaji. Mengingat pesawat Lion Air yang mayoritas masih baru sudah dilengkapi alat pendeteksi wind shear ini.
"Posisi pilot dalam keadaan sehat, dan kalau memang kondisi cuaca yang menyebabkan pilot melakukan pendaratan di laut maka pilot malah akan diberikan penghargaan. Tetapi tunggu KNKT, kita tidak bisa memutuskan," tegas Herry.
"Pesawat dalam posisi normal mau landing, sudah dapat izin dari tower 'clear to land'. Dua menit setelah itu pesawat tahunya turun di laut padahal masih cukup jhauh, 5 menit lagi itu jauh," jelas Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay.
Hal itu disampaikan Herry Bhakti dalam jumpa pers di Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2013).
"Logikanya, kalau pesawat clear to land akan terus dan posisi masih tinggi, kenapa dia tiba tiba ada di bawah?" imbuhnya.
Pada saat kejadian, imbuhnya, ada awan cumulonimbus. "Agak gelap dan memang dari laporan mereka masuk awan gelap dan hujan rintik-rintik. Apa yang terjadi? Sekian detik tahu-tahu pilot Garuda yang ada di runway tadi dia lalu lihat ke pesawat sudah hilang. Ternyata masuk ke air," papar dia.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang tercatat awan cumulonimbus itu berada di sekitar pesawat.
"Itu awan yang ditembus saat kejadian, maka ini yang perlu diteliti, adakah pengaruh ini, semua data sedang kami kumpulkan," tutur Herry.
Setelah ada insiden serius Lion Air, pesawat lain bisa mendarat. Cuaca juga bisa berubah sewaktu-waktu.
Mengenai wind shear atau angin samping juga masih dikaji. Mengingat pesawat Lion Air yang mayoritas masih baru sudah dilengkapi alat pendeteksi wind shear ini.
"Posisi pilot dalam keadaan sehat, dan kalau memang kondisi cuaca yang menyebabkan pilot melakukan pendaratan di laut maka pilot malah akan diberikan penghargaan. Tetapi tunggu KNKT, kita tidak bisa memutuskan," tegas Herry.
Kronologi Kejadian
"Pukul 15.10 Wita, pesawat Lion Air
dengan nomor penerbangan JT904 dengan rute Bandung - Denpasar, Boeing
737-800 NG dengan registrasi PK LKS mengalami kecelakaan di bandara
dengan mendarat di laut," ujar EE Mangindaan.
Menurut Mangindaan,
pesawat yang diawaki oleh pilot Mahlub Ghosali dan co-pilot Chirag Carla
(warga negara India) membawa 108 orang terdiri dari tujuh awak pesawat
dan 101 penumpang, yang terdiri dari 56 laki, 39 perempuan, lima
anak-anak, dan satu bayi. Dari seluruh penumpang terdapat werga negara
asing, yaitu satu orang warga negara Prancis, satu warga negara Belgia,
dan dua warga negara Singapura.
"Kronologis berdasarkan lapangan
yang saya terima Dirjen Perhubungan Darat dan KNKT yang terdiri dari
enam orang ini," lanjut Mangindaan.
Pukul 15.08 Wita, petugas lalu
lintas tower (Air Traffic Control - ATC) di Bandara I Gusti Ngurai Rai
telah memerkenankan pesawat untuk mendarat. Artinya pendaratan clear to
land.
Pukul 15.10 Wita, pesawat diketahui mendarat di laut,
sebelah barat runway 09. Petugas ATC langsung menekan crash bell (tombol
darurat), yang merupakan SOP di setiap bandara.
Pada saat yang
sama ada pesawat Geruda Airlines (GA) 415 berada di holding position di
runway. Pilot GA ini memberikan informasi ke ATC karena ia melihat
lengsung, pesawat tidak menuju landasan, atau tiba-tiba hilang, dan
pesawat mendarat ke laut.
"Kalau pesawat Lion akan medarat, selanjutnya Garuda akan mendarat," tambah Mangindaan.
Pukul
15.10 Wita, setelah ditekan crash bell, maka petugas pemadam kebakaran,
ATC, TNI AU, Polisi, rescue boat, Bazarnas, teknisi maskapai, dan
lainnya segera menuju lokasi kejadian. Saat itu cuaca di bandara dalam
keadaan berawan (dengan awan comulus nimbus) dan hujan ringan di ujung
runway 09.
Pukul 15.11 Wita, bantuan telah menuju lokasi. Di sini
yang menarik adalah perhatian nelayan yang berada di sekitar memberikan
pertolongan dan mengevakuasi penumpang.
Pukul 15.12 Wita, semua petugas melakukan evakuasi.
Pukul
15.55 Wita, semua penumpang dan awak pesawat berhasil dievakuasi untuk
mendapatkan perawatan ke beberapa rumah sakit seperti RS Kasih Ibu, RS
Sanglah, dan PMIC. Namun yang tidak terluka akan dirujuk ke resist
center.
"Ketika kejadian itu, bandara closed mulai 15.10 - 17.00, tidak terlalu lama, setelah evakuasi dibuka," jelas Mangindaan.
Source:Detik.com,www.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.